Rabu, 25 Januari 2012

Interferensi dan Analisis Kesalahan


BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, sebab bahasa merupakan alat pemersatu antara satu dengan yang lainnya, mulai dari tingkat skala kehidupan yang paling kecil keluarga, masyarakat, hingga ke skala yang paling besar kehidupan bernegara. Belajar bahasa  merupakan suatu kewajiban bagi semua orang. Bahasa pada saat ini telah menjadi suatu budaya yang patut dilestarikan keberadaannya. Dengan belajar bahasa berarti juga belajar membudidayakan diri sendiri, mengembangkan diri, dan membentuk diri menjadi manusia yang luhur.
Lebih dari setengah penduduk dunia adalah dwibahasawan. Hal ini berarti bahwa sebagian besar manusia dibumi ini menggunakan dua bahasa sebagai alat komunikasi. Orang yang biasa menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian untuk tujuan yang berbeda pada hakikatnya merupakan agen pengontak dua bahasa. Semakin besar jumlah orang yang seperti ini maka semakin intensif pula kontak antara dua bahasa yang mereka gunakan. Kontak ini menimbulkan saling pengaruh, yang manifestasinya menjelma di dalam penerapan kaidah bahasa pertama (B1) di dalam penggunaan bahasa kedua (B2). Keadaan sebaliknya pun dapat terjadi di dalam pemakaian sistem B2 pada saat menggunakan B1. Salah satu dampak negatif dari praktek penggunaan dua bahasa secara bergantian adalah terjadinya kekacauan pemakaian bahasa, yang lebih dikenal dengan istilah interferensi.
Interferensi merupakan salah satu faktor penyebab kesalahan berbahasa. “Interferensi bisa terjadi pada pengucapan, tata bahasa, baik dalam ucapan maupun tulisan terutama kalau seseorang sedang mempelajari bahasa kedua” (Alwasilah, 1993:114).
            Oleh karena itu makalah ini menjelaskan tentang pengertian interferensi dan contoh interferensi, faktor-faktor penyebab terjadinya interferensi, pengertian analisis kesalahan, faktor penyebab kesalahan berbahasa, langkah-langkah analisis kesalahan serta contoh analisis kesalahan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan bahwa masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    Apakah yang dimaksud dengan interferensi serta contoh interferensi?
2.    Apa sajakah faktor-faktor penyebab terjadinya interferensi?
3.    Apakah yang dimaksud dengan analisis kesalahan?
4.    Apa sajakah faktor-faktor penyebab kesalahan berbahasa?
5.    Bagaimanakah langkah-langkah analisis kesalahan serta contoh analisis kesalahan?

C. Tujuan
Berdasarkan masalah tersebut, tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.    Untuk mendeskripsikan tentang interferensi serta contoh interferensi.
2.    Untuk mendeskripsikan gambaran tentang faktor-faktor penyebab terjadinya interferensi.
3.    Untuk mendeskripsikan gambaran tentang analisis kesalahan.
4.    Untuk mendeskripsikan gambaran tentang faktor-faktor penyebab kesalahan berbahasa.
5.    Untuk mendeskripsikan gambaran tentang langkah-langkah analisis kesalahan serta contoh analisis kesalahan.

D. Manfaat
         Penyusunan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan secara praktis. Makalah ini secara teoritis  diharapkan  dapat
memberikan pengetahuan tentang belajar bahasa (interferensi dan analisis kesalahan)
            Adapun manfaat makalah ini secara praktis adalah sebagai berikut:
1.    Bagi pembaca, makalah ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang belajar bahasa (interferensi dan analisis kesalahan).
2.   Bagi penulis, hasil makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan atau bekal dalam memahami belajar bahasa (interferensi dan analisis kesalahan).


BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Interferensi
Menurut Weinreich (dikutip Tarigan, 2011:15) menurutnya, interferensi adalah “penyimpangan norma bahasa yang terjadi didalam ujaran dwibahasawan karena keakrabannya terhadap lebih dari satu bahasa yang menyebabkan terjadinya kontak bahasa”. Senada dengan itu, Chaer dan Agustina (1995: 168) mengemukakan bahwa interferensi adalah peristiwa penyimpangan norma dari salah satu bahasa atau lebih.
Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan interferensi
adalah kekeliruan atau penyimpangan norma sebagai akibat adanya kebiasaan ujaran dari satu bahasa atau lebih.
            Menurut Chaer (2007:66), “Interferensi dapat terjadi pada semua tataran bahasa mulai dari tataran fonologi, morfologi, sintaksis, sampai ke tataran leksikon”. Contoh pada tataran fonologi, misalnya, kalau penutur bahasa jawa mengucapkan kata-kata bahasa Indonesia yang mulai dengan /b/,/d/,/j/, dan /g/ maka konsonan tersebut akan didahuluinya dengan bunyi nasal yang homorgan, jadi kata bogor akan diucapkan mBogor, kata depok akan dilafalkan nDepok. Interferensi pada tataran gramatikal, misalnya penggunaan prefiks ke- seperti pada kata kepukul, ketabrak dan kebaca yang seharusnya terpukul, tertabrak dan terbaca. Contoh interferensi dalam tataran sintaksis adalah susunan kalimat pasif makanan itu telah dimakan oleh saya dari penutur berbahasa ibu bahasa Sunda. Dalam bahasa Sunda susunannya adalah makanan teh atos dituang kuabdi, padahal susunan bahasa Indonesianya yang baku adalah makanan itu telah saya makan. Interferensi dalam bidang leksikon berupa digunakannya kata-kata dari bahasa lain ke dalam bahasa yang sedang digunakan, misalnya sewaktu berbahasa indonesia terbawa masuk kata-kata dari bahasa Jawa, bahasa Sunda atau bahasa lain.

B. Faktor Penyebab Terjadinya Interferensi
Selain kontak bahasa, menurut Weinreich (1970:64-65) ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi, antara lain:
(1) Kedwibahasaan peserta tutur
Kedwibahasaan peserta tutur merupakan pangkal terjadinya interferensi dan berbagai pengaruh lain dari bahasa sumber, baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Hal itu disebabkan terjadinya kontak bahasa dalam diri penutur yang dwibahasawan, yang pada akhirnya dapat menimbulkan interferensi.

2) Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima
Tipisnya kesetiaan dwibahasawan terhadap bahasa penerima cenderung akan menimbulkan sikap kurang positif. Hal itu menyebabkan pengabaian kaidah bahasa penerima yang digunakan dan pengambilan unsur-unsur bahasa sumber  yang dikuasai penutur secara tidak terkontrol. Sebagai akibatnya akan muncul bentuk interferensi dalam bahasa penerima yang sedang digunakan oleh penutur, baik secara lisan maupun tertulis.
3) Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima
Perbendaharaan kata suatu bahasa pada umumnya hanya terbatas pada pengungkapan berbagai segi kehidupan yang terdapat di dalam masyarakat yang bersangkutan, serta segi kehidupan lain yang dikenalnya. Oleh karena itu, jika masyarakat itu bergaul dengan segi kehidupan baru dari luar, akan bertemu dan mengenal konsep baru yang dipandang perlu. Karena mereka belum mempunyai kosakata untuk mengungkapkan konsep baru tersebut, lalu mereka menggunakan kosakata bahasa sumber untuk mengungkapkannya, secara sengaja pemakai bahasa akan menyerap atau meminjam kosakata bahasa sumber untuk mengungkapkan konsep baru tersebut. Faktor ketidak cukupan atau terbatasnya kosakata bahasa penerima untuk mengungkapkan suatu konsep baru dalam bahasa sumber, cenderung akan menimbulkan terjadinya interferensi.
Interferensi yang timbul karena kebutuhan kosakata baru, cenderung dilakukan secara sengaja oleh pemakai bahasa. Kosakata baru yang diperoleh dari interferensi ini cenderung akan lebih cepat terintegrasi karena unsur tersebut memang sangat diperlukan untuk memperkaya perbendaharaan kata bahasa penerima.
4) Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan
Kosakata dalam suatu bahasa yang jarang dipergunakan cenderung akan menghilang. Jika hal ini terjadi, berarti kosakata bahasa yang bersangkutan akan menjadi kian menipis. Apabila bahasa tersebut dihadapkan pada konsep baru dari luar, di satu pihak akan memanfaatkan kembali kosakata yang sudah menghilang dan di lain pihak akan menyebabkan terjadinya interferensi, yaitu penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber.
Interferensi yang disebabkan oleh menghilangnya kosakata yang jarang dipergunakan tersebut akan berakibat seperti interferensi yang disebabkan tidak cukupnya kosakata bahasa penerima, yaitu unsur serapan atau unsur pinjaman itu akan lebih cepat diintegrasikan karena unsur tersebut dibutuhkan dalam bahasa penerima.
5) Kebutuhan akan sinonim
Sinonim dalam pemakaian bahasa mempunyai fungsi yang cukup penting, yaitu sebagai variasi dalam pemilihan kata untuk menghindari pemakaian kata yang sama secara berulang-ulang yang bisa mengakibatkan kejenuhan. Dengan adanya kata yang bersinonim, pemakai bahasa dapat mempunyai variasi kosakata yang dipergunakan untuk menghindari pemakaian kata secara berulang-ulang.
Karena adanya sinonim ini cukup penting, pemakai bahasa sering melakukan interferensi dalam bentuk penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber untuk memberikan sinonim pada bahasa penerima. Dengan demikian, kebutuhan kosakata yang bersinonim dapat mendorong timbulnya interferensi.

6) Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa
Prestise bahasa sumber dapat mendorong timbulnya interferensi, karena pemakai bahasa ingin menunjukkan bahwa dirinya dapat menguasai bahasa yang dianggap berprestise tersebut.  Prestise bahasa sumber dapat juga berkaitan dengan keinginan pemakai bahasa untuk bergaya dalam berbahasa. Interferensi yang timbul karena faktor itu biasanya berupa pamakaian unsur-unsur bahasa sumber pada bahasa penerima yang dipergunakan

7) Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu
Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu pada bahasa penerima yang sedang digunakan, pada umumnya terjadi karena kurangnya kontrol bahasa dan kurangnya penguasaan terhadap bahasa penerima. Hal ini dapat  terjadi pada dwibahasawan yang sedang belajar bahasa kedua, baik bahasa nasional maupun bahasa asing.  Dalam penggunaan bahasa kedua, pemakai bahasa kadang-kadang kurang kontrol. Karena kedwibahasaan mereka itulah kadang-kadang pada saat berbicara atau menulis dengan menggunakan bahasa kedua yang muncul adalah kosakata bahasa ibu yang sudah lebih dulu dikenal dan dikuasainya.

C.  Pengertian Analisis Kesalahan
            Menurut Ellis (dikutip Tarigan, 2011:60) analisis kesalahan adalah “suatu prosedur kerja, yang biasa digunakan oleh para peneliti dan guru bahasa, yang meliputi pengumpulan sampel, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat dalam sampel, penjelasan kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan penyebabnya, serta  pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan kesalahan itu”. Sementara itu menurut Tarigan (dikutip Setyawati, 2010:12) analisis kesalahan adalah “suatu prosedur kerja yang biasa digunakan oleh peneliti atau guru bahasa, yang meliputi kegiatan mengumpulkan sampel kesalahan, mengidentifikasi kesalahan yang terdapat dalam sampel, menjelaskan kesalahan tersebut, mengklasifikasi kesalahan itu, dan mengevaluasi taraf keseriusan kesalahan itu”.
            Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat penulis simpulkan analisis kesalahan adalah suatu prosedur kerja yang digunakan oleh para peneliti dan guru bahasa yang meliputi kegiatan mengidentifikasi, menjelaskan, dan mengevaluasi kesalahan.

D. Faktor Penyebab Kesalahan Berbahasa
            Kesalahan merupakan sisi yang mempunyai cacat pada ujaran atau tulisan para pelajar. Kesalahan tersebut merupakan bagian-bagian konversasi atau komposisi yang menyimpang dari norma baku atau norma tepilih dari bahasa orang dewasa. Pangkal penyebab kesalahan bahasa ada pada orang yang menggunakan bahasa yang bersangkutan bukan pada bahasa yang digunakannya. Menurut Setyawati (2010:10) ada tiga faktor penyebab seseorang salah dalam berbahasa, antara lain sebagai berikut:
1.    Terpengaruh bahasa yang lebih dahulu dikuasainya. Ini dapat berarti bahwa kesalahan berbahasa disebabkan oleh interferensi bahasa ibu atau bahasa pertama  (B1) terhadap bahasa kedua (B2) yang sedang dipelajari si pembelajar (siswa).
2.    Kekurangpahaman pemakai bahasa terhadap bahasa yang dipakainya.
3.    Pengajaran bahasa yang kurang tepat atau kurang sempurna.
Berikut ini beberapa kesalahan berbahasa yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
1. Mistake (salah)
              Merupakan penyimpangan struktur lahir yang terjadi karena penutur tidak mampu menentukan pilihan penggunaan ungkapan yang terjadi situasi dengan situasi yang ada. Mistake/kekeliruan, terjadi ketika seorang pembelajar tidak secara konsisten melakukan penyimpangan dalam berbahasa. Kadang-kadang pembelajar dapat mempergunakan kaidah/norma yang benar tetapi kadang-kadang mereka membuat kekeliruan dengan mempergunakan kaidah/norma dan bentuk-bentuk yang keliru.
Contoh:
”Rasanya panas. Kalau malam tidur di kamar, harus pakai kipas terus,”kata Nining.
Analisis : Kalimat rasanya panas untuk menggambarkan situasi udara yang panas adalah kurang tepat atau dapat dikatakan adanya kekurangtepatan penggunaan ungkapan terhadap situasi tersebut. Maka dari itu kalimat tersebut masuk dalam mistake. Seharusnya ungkapan tersebut menggunakan ungkapan “Udaranya panas” agar lebih tepat.

2. Selip
              Merupakan penyimpangan bentuk lahir karena beralihnya pusat perhatian topik pembicaraan secara sesaat (kelelahan bisa menimbulkan selip bahasa). Dengan demikian selip bahasa terjadi secara tidak disengaja. Kesalahan berbahasa yang disebabkan oleh lapses tidak memiliki implikasi paedagogis yang berbahaya. Lapse, selip lidah, diartikan sebagai bentuk penyimpangan yang diakibatkan karena pembelajar kurang konsentrasi, rendahnya daya ingat atau sebab-sebab
lain yang dapat terjadi kapan saja dan pada siapapun.
Contoh:
” Menjual barang tidak bisa memaksa orang membeli,” ujar Fauzi Aziz
Analisis : Selip bahasa terjadi pada kalimat tersebut. Selip terjadi karena kekurangtepatan kalimat yang digunakan yaitu kata yang diucapkan kurang. Seharusnya kata tersebut mendapat tambahan satu kata lagi agar tidak termasuk dalam selip bahasa. Kata yang dimaksud adalah kata untuk. Akan menjadi tidak selip ketika diucapkan ” Menjual barang tidak
bisa memaksa orang untuk membeli.

3. Silap
              Merupakan penyimpangan bentuk lahir dari struktur baku yang terjadi karena pemakai belum menguasai sepenuhnya kaidah bahasa. faktor yang mendorong timbulnya kesilapan adalah faktor kebahasaan
yang mengikuti pola-pola tertentu.
Contoh:
 ”Semuanya sudah empat kali kejadian sama dengan yang sekarang ini.”
Analisis : Kalimat tersebut mengalami silap bahasa karena dalam kalimat tersebut terdapat kesalahan struktur dan kaidah kalimat dalam bahasa Indonesia yang benar. Kalimat tersebut akan bisa dikatakan kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang benar jika ” Semuanya sudah empat kali terjadi, termasuk yang sekarang ini.

4.Kalimat Rancu
              Merupakan  kalimat yang struktur atau bagiannya ada yang rancu atau tidak sesuai penempatannya.
Contoh:
Pemerintah pun mulai menggaungkan dukungan kepada industri kreatif.
Analisis : Kata menggaungkan secara makna kurang tepat atau rancu jika diterapkan  dalam   kalimat tersebut. Kata menggaungkan tersebut dapat
diganti dengan kata “menyampaikan, menyerukan dan sebagainya.”

5.Kalimat Ambigu
            Merupakan kalimat yang memiliki makna lebih dari satu/ membingungkan/ambigu.
Contoh:
Menurut Emi, salah seorang pemilik ruko yang terbakar, gudang oli itu mulai beroperasi sejak dua tahun lalu.
 Analisis: Kalimat tersebut merupakan kalimat yang ambigu atau menimbulkan tafsir ganda. Letak keambiguan dari kalimat tersebut adalah kita dapat menafsirkan makna kalimat tersebut dalam dua versi makna yaitu Emi ikut terbakar atau Emi hanyalah salah seorang dari pemilik ruko
yang ikut terbakar.

6. Adopsi
            Adopsi adalah mengambil semuanya dengan tidak mengurangi dan
tidak menambahi.
Contoh:
Amblesnya tanggul setinggi 11 meter itu....
Analisis : Kata meter merupakan kata yang diadopsi dari kata dalam bahasa Inggris, yaitu meter.

7. Terjemahan
            Terjemahan adalah interpretasi makna suatu teks dalam suatu bahasa (teks sumber) dan penghasilan teks yang merupakan padanan dalam bahasa lain (teks sasaran atau terjemahan) yang mengkomunikasikan pesan serupa.
Contoh:
Pencuri telepon genggam itu akhirnya diserahkan kepada polisi setelah
dihajar warga.
Analisis : Kata telepon genggam merupakan bentuk terjemahan. Dikatakan bentuk terjemahan karena kata tersebut didapat dari menerjemahkan kata hand phone (telepon tangan/genggam) yang merupakan kata aslinya.

8. Adaptasi
            Adaptasi adalah menyesuaikan bentuk maupun lafalnya. Istilah “adaptasi” merupakan bahasa itu yang ber-/di adaptasi (oleh banyak faktor: lingkungan, geografis, dan sebagainya) sehingga menyebabkan variasi-variasi baik dalam bentuk atau pemakaiannya.
Contoh:
Bahwa produk kreatif karya anak bangsa banyak yang unik.
Analisis : Kalimat tersebut mengandung dua kata yang mengalami adaptasi dari kata asing. Kata tersebut adalah produk yang berasal dari kata product. Selain kata tersebut adaptasi juga terjadi pada kata kreatif
yang diadaptasi dari kata creative.

E. Langkah-Langkah Analisis Kesalahan
           Para ahli linguistik, pengajaran bahasa, dan guru bahasa sependapat bahwa kesalahan berbahasa itu mengganggu pencapaian tujuan pengajaran bahasa. Bahkan ada pernyataan ekstrem mengenai kesalahan berbahasa itu yang berbunyi “kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa menandakan pengajaran bahasa tidak berhasil atau gagal”. Oleh karena itu, kesalahan berbahasa yang sering dilakukan oleh siswa harus dikurangi dan kalau bisa dihapuskan. Hal ini baru dapat tercapai apabila seluk-beluk kesalahan berbahasa itu dikaji secara mendalam. Pengkajian segala aspek kesalahan itulah yang dimaksud dengan istilah Analisis Kesalahan.
      Menurut Tarigan (2011:60) mengemukakan bahwa analisis kesalahan mempunyai langkah-langkah yang meliputi:
1.   Pengumpulan sampel artinya mengumpulkan data berupa kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa, misalnya hasil ulangan, karangan atau percakapan
2.    Pengidentifikasian kesalahan artinya mengenali dan memilah-milah kesalahan berdasarkan katagori kebahasaan, misalnya kesalahan-kesalahan pelafalan.
3.    Penjelasan kesalahan artinya mengambarkan letak kesalahan, penyebab kesalahan dan memberikan contoh yang benar.
4.    Pengklasifikasian kesalahan artinya mengenali dan memilah-milah kesalahan berdasarkan katagori kebahasaan
5.    Pengevaluasian kesalahan artinya memperbaiki dan bila dapat menghilangkan kesalahan melalui penyusunan bahan yang tepat, buku pegangan yang baik, dan teknik pengajaran yang serasi.


BAB III
PENUTUP

A.   Simpulan
            Interferensi merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kesalahan berbahasa. Kesalahan berbahasa itu sendiri merupakan umpan balik bagi pengajaran bahasa. Kesalahan yang sering dilakukan oleh siswa harus dikurangi dan bila dapat dihapuskan sama sekali. Hal ini baru tercapai bila seluk-beluk kesalahan itu dikaji secara mendalam. Pengkajian segala aspek kesalahan itulah yang disebut dengan analisis kesalahan.
            Berdasarkan hal tersebut guru dan orang tua tidak perlu menghindar dari kesalahan, tetapi justru harus menghadapi serta memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh murid dan anak mereka.         

B.   Saran
Selanjutnya penulis berharap bahwa makalah ini akan bermanfaat bagi semua pihak yang menggunakan makalah ini, baik secara teoretis maupun praktis. Secara teoretis, makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai “Belajar Bahasa”. Secara praktis, makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan penunjang dalam proses perkuliahan, baik bagi mahasiswa, dosen, maupun bagi para pembaca.
  
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar. 1993. Pengantar Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan AwalJakarta: Rineka 
            Cipta.

Setyawati. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia. Surakarta: Yuma Pustaka.

Tarigan, Henry Guntur. 2011. Pengajaran Analisis Kesalahan BerbahasaBandung: 
             Angkasa.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar