BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa
mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, sebab bahasa merupakan alat
pemersatu antara satu dengan yang lainnya, mulai dari tingkat skala kehidupan
yang paling kecil keluarga, masyarakat, hingga ke skala yang paling besar
kehidupan bernegara. Belajar bahasa merupakan
suatu kewajiban bagi semua orang. Bahasa pada saat ini telah menjadi suatu
budaya yang patut dilestarikan keberadaannya. Dengan belajar bahasa berarti
juga belajar membudidayakan diri sendiri, mengembangkan diri, dan membentuk
diri menjadi manusia yang luhur.
Lebih
dari setengah penduduk dunia adalah dwibahasawan. Hal ini berarti bahwa sebagian
besar manusia dibumi ini menggunakan dua bahasa sebagai alat komunikasi. Orang
yang biasa menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian untuk tujuan
yang berbeda pada hakikatnya merupakan agen pengontak dua bahasa. Semakin besar
jumlah orang yang seperti ini maka semakin intensif pula kontak antara dua
bahasa yang mereka gunakan. Kontak ini menimbulkan saling pengaruh, yang
manifestasinya menjelma di dalam penerapan kaidah bahasa pertama (B1) di dalam
penggunaan bahasa kedua (B2). Keadaan sebaliknya pun dapat terjadi di dalam
pemakaian sistem B2 pada saat menggunakan B1. Salah satu dampak negatif dari
praktek penggunaan dua bahasa secara bergantian adalah terjadinya kekacauan
pemakaian bahasa, yang lebih dikenal dengan istilah interferensi.
Interferensi
merupakan salah satu faktor penyebab kesalahan berbahasa. “Interferensi bisa
terjadi pada pengucapan, tata bahasa, baik dalam ucapan maupun tulisan terutama
kalau seseorang sedang mempelajari bahasa kedua” (Alwasilah, 1993:114).
Oleh
karena itu makalah ini menjelaskan tentang pengertian interferensi dan contoh
interferensi, faktor-faktor penyebab terjadinya interferensi, pengertian
analisis kesalahan, faktor penyebab kesalahan berbahasa, langkah-langkah
analisis kesalahan serta contoh analisis kesalahan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan bahwa masalah dalam makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah
yang dimaksud dengan interferensi serta contoh interferensi?
2. Apa
sajakah faktor-faktor penyebab terjadinya interferensi?
3. Apakah
yang dimaksud dengan analisis kesalahan?
4. Apa
sajakah faktor-faktor penyebab kesalahan berbahasa?
5. Bagaimanakah
langkah-langkah analisis kesalahan serta contoh analisis kesalahan?
C.
Tujuan
Berdasarkan
masalah tersebut, tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk
mendeskripsikan tentang interferensi serta contoh interferensi.
2. Untuk
mendeskripsikan gambaran tentang faktor-faktor penyebab terjadinya
interferensi.
3. Untuk
mendeskripsikan gambaran tentang analisis kesalahan.
4. Untuk
mendeskripsikan gambaran tentang faktor-faktor penyebab kesalahan berbahasa.
5. Untuk
mendeskripsikan gambaran tentang langkah-langkah analisis kesalahan serta
contoh analisis kesalahan.
D.
Manfaat
Penyusunan makalah ini
diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan secara praktis. Makalah ini
secara teoritis diharapkan dapat
memberikan
pengetahuan tentang belajar bahasa (interferensi dan analisis kesalahan)
Adapun manfaat makalah ini secara praktis
adalah sebagai berikut:
1.
Bagi pembaca, makalah ini diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan tentang belajar bahasa (interferensi dan analisis
kesalahan).
2. Bagi penulis, hasil makalah ini dapat
dijadikan sebagai bahan atau bekal dalam memahami belajar bahasa (interferensi
dan analisis kesalahan).
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Interferensi
Menurut Weinreich (dikutip Tarigan, 2011:15)
menurutnya, interferensi adalah “penyimpangan norma bahasa yang terjadi didalam
ujaran dwibahasawan karena keakrabannya terhadap lebih dari satu bahasa yang
menyebabkan terjadinya kontak bahasa”. Senada dengan itu, Chaer dan Agustina
(1995: 168) mengemukakan bahwa interferensi adalah peristiwa penyimpangan norma
dari salah satu bahasa atau lebih.
Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat
disimpulkan interferensi
adalah kekeliruan atau
penyimpangan norma sebagai akibat adanya kebiasaan ujaran dari satu bahasa atau
lebih.
Menurut Chaer (2007:66), “Interferensi dapat terjadi pada
semua tataran bahasa mulai dari tataran fonologi, morfologi, sintaksis, sampai
ke tataran leksikon”. Contoh pada tataran fonologi, misalnya, kalau penutur
bahasa jawa mengucapkan kata-kata bahasa Indonesia yang mulai dengan
/b/,/d/,/j/, dan /g/ maka konsonan tersebut akan didahuluinya dengan bunyi
nasal yang homorgan, jadi kata bogor akan diucapkan mBogor, kata depok akan
dilafalkan nDepok. Interferensi pada tataran gramatikal, misalnya penggunaan
prefiks ke- seperti pada kata
kepukul, ketabrak dan kebaca yang seharusnya terpukul, tertabrak dan terbaca.
Contoh interferensi dalam tataran sintaksis adalah susunan kalimat pasif makanan itu telah dimakan oleh saya dari
penutur berbahasa ibu bahasa Sunda. Dalam bahasa Sunda susunannya adalah makanan teh atos dituang kuabdi, padahal
susunan bahasa Indonesianya yang baku adalah makanan itu telah saya makan. Interferensi dalam bidang leksikon
berupa digunakannya kata-kata dari bahasa lain ke dalam bahasa yang sedang
digunakan, misalnya sewaktu berbahasa indonesia terbawa masuk kata-kata dari
bahasa Jawa, bahasa Sunda atau bahasa lain.
B. Faktor
Penyebab Terjadinya Interferensi
Selain kontak bahasa, menurut Weinreich (1970:64-65)
ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi, antara lain:
(1)
Kedwibahasaan peserta tutur
Kedwibahasaan peserta tutur merupakan pangkal
terjadinya interferensi dan berbagai pengaruh lain dari bahasa sumber, baik
dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Hal itu disebabkan terjadinya kontak
bahasa dalam diri penutur yang dwibahasawan, yang pada akhirnya dapat
menimbulkan interferensi.
2) Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima
Tipisnya kesetiaan dwibahasawan terhadap bahasa
penerima cenderung akan menimbulkan sikap kurang positif. Hal itu menyebabkan
pengabaian kaidah bahasa penerima yang digunakan dan pengambilan unsur-unsur
bahasa sumber yang dikuasai penutur secara tidak terkontrol. Sebagai
akibatnya akan muncul bentuk interferensi dalam bahasa penerima yang sedang
digunakan oleh penutur, baik secara lisan maupun tertulis.
3) Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima
Perbendaharaan kata suatu bahasa pada umumnya hanya
terbatas pada pengungkapan berbagai segi kehidupan yang terdapat di dalam
masyarakat yang bersangkutan, serta segi kehidupan lain yang dikenalnya. Oleh
karena itu, jika masyarakat itu bergaul dengan segi kehidupan baru dari luar,
akan bertemu dan mengenal konsep baru yang dipandang perlu. Karena mereka belum
mempunyai kosakata untuk mengungkapkan konsep baru tersebut, lalu mereka
menggunakan kosakata bahasa sumber untuk mengungkapkannya, secara sengaja
pemakai bahasa akan menyerap atau meminjam kosakata bahasa sumber untuk
mengungkapkan konsep baru tersebut. Faktor ketidak cukupan atau terbatasnya
kosakata bahasa penerima untuk mengungkapkan suatu konsep baru dalam bahasa
sumber, cenderung akan menimbulkan terjadinya interferensi.
Interferensi yang timbul karena kebutuhan kosakata
baru, cenderung dilakukan secara sengaja oleh pemakai bahasa. Kosakata baru
yang diperoleh dari interferensi ini cenderung akan lebih cepat terintegrasi
karena unsur tersebut memang sangat diperlukan untuk memperkaya perbendaharaan
kata bahasa penerima.
4) Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan
Kosakata dalam suatu bahasa yang jarang dipergunakan
cenderung akan menghilang. Jika hal ini terjadi, berarti kosakata bahasa yang
bersangkutan akan menjadi kian menipis. Apabila bahasa tersebut dihadapkan pada
konsep baru dari luar, di satu pihak akan memanfaatkan kembali kosakata yang
sudah menghilang dan di lain pihak akan menyebabkan terjadinya interferensi,
yaitu penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber.
Interferensi yang disebabkan oleh menghilangnya kosakata
yang jarang dipergunakan tersebut akan berakibat seperti interferensi yang
disebabkan tidak cukupnya kosakata bahasa penerima, yaitu unsur serapan atau
unsur pinjaman itu akan lebih cepat diintegrasikan karena unsur tersebut
dibutuhkan dalam bahasa penerima.
5) Kebutuhan akan sinonim
Sinonim dalam pemakaian bahasa mempunyai fungsi yang
cukup penting, yaitu sebagai variasi dalam pemilihan kata untuk menghindari
pemakaian kata yang sama secara berulang-ulang yang bisa mengakibatkan
kejenuhan. Dengan adanya kata yang bersinonim, pemakai bahasa dapat mempunyai
variasi kosakata yang dipergunakan untuk menghindari pemakaian kata secara
berulang-ulang.
Karena adanya sinonim ini cukup penting, pemakai
bahasa sering melakukan interferensi dalam bentuk penyerapan atau peminjaman
kosakata baru dari bahasa sumber untuk memberikan sinonim pada bahasa penerima.
Dengan demikian, kebutuhan kosakata yang bersinonim dapat mendorong timbulnya
interferensi.
6) Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa
Prestise bahasa sumber dapat mendorong timbulnya
interferensi, karena pemakai bahasa ingin menunjukkan bahwa dirinya dapat
menguasai bahasa yang dianggap berprestise tersebut. Prestise bahasa
sumber dapat juga berkaitan dengan keinginan pemakai bahasa untuk bergaya dalam
berbahasa. Interferensi yang timbul karena faktor itu biasanya berupa pamakaian
unsur-unsur bahasa sumber pada bahasa penerima yang dipergunakan
7) Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu
Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu pada bahasa
penerima yang sedang digunakan, pada umumnya terjadi karena kurangnya kontrol
bahasa dan kurangnya penguasaan terhadap bahasa penerima. Hal ini dapat
terjadi pada dwibahasawan yang sedang belajar bahasa kedua, baik bahasa
nasional maupun bahasa asing. Dalam penggunaan bahasa kedua, pemakai
bahasa kadang-kadang kurang kontrol. Karena kedwibahasaan mereka itulah
kadang-kadang pada saat berbicara atau menulis dengan menggunakan bahasa kedua
yang muncul adalah kosakata bahasa ibu yang sudah lebih dulu dikenal dan
dikuasainya.
C. Pengertian Analisis Kesalahan
Menurut Ellis (dikutip Tarigan, 2011:60) analisis
kesalahan adalah “suatu prosedur kerja, yang biasa digunakan oleh para peneliti
dan guru bahasa, yang meliputi pengumpulan sampel, pengidentifikasian kesalahan
yang terdapat dalam sampel, penjelasan kesalahan tersebut, pengklasifikasian
kesalahan itu berdasarkan penyebabnya, serta pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan
kesalahan itu”. Sementara itu menurut Tarigan (dikutip Setyawati, 2010:12)
analisis kesalahan adalah “suatu prosedur kerja yang biasa digunakan oleh
peneliti atau guru bahasa, yang meliputi kegiatan mengumpulkan sampel
kesalahan, mengidentifikasi kesalahan yang terdapat dalam sampel, menjelaskan
kesalahan tersebut, mengklasifikasi kesalahan itu, dan mengevaluasi taraf
keseriusan kesalahan itu”.
Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat penulis
simpulkan analisis kesalahan adalah suatu prosedur kerja yang digunakan oleh
para peneliti dan guru bahasa yang meliputi kegiatan mengidentifikasi, menjelaskan,
dan mengevaluasi kesalahan.
D. Faktor
Penyebab Kesalahan Berbahasa
Kesalahan merupakan sisi yang mempunyai cacat pada ujaran
atau tulisan para pelajar. Kesalahan tersebut merupakan bagian-bagian
konversasi atau komposisi yang menyimpang dari norma baku atau norma tepilih
dari bahasa orang dewasa. Pangkal penyebab kesalahan bahasa ada pada orang yang
menggunakan bahasa yang bersangkutan bukan pada bahasa yang digunakannya.
Menurut Setyawati (2010:10) ada tiga faktor penyebab seseorang salah dalam
berbahasa, antara lain sebagai berikut:
1. Terpengaruh bahasa yang lebih dahulu dikuasainya. Ini dapat berarti bahwa
kesalahan berbahasa disebabkan oleh interferensi bahasa ibu atau bahasa
pertama (B1) terhadap bahasa kedua (B2)
yang sedang dipelajari si pembelajar (siswa).
2. Kekurangpahaman pemakai bahasa terhadap bahasa yang dipakainya.
3. Pengajaran bahasa yang kurang tepat atau kurang sempurna.
Berikut
ini beberapa kesalahan berbahasa yang sering terjadi dalam kehidupan
sehari-hari.
1. Mistake (salah)
Merupakan penyimpangan struktur
lahir yang terjadi karena penutur tidak mampu menentukan pilihan penggunaan
ungkapan yang terjadi situasi dengan situasi yang ada. Mistake/kekeliruan,
terjadi ketika seorang pembelajar tidak secara konsisten melakukan penyimpangan
dalam berbahasa. Kadang-kadang pembelajar dapat mempergunakan kaidah/norma yang
benar tetapi kadang-kadang mereka membuat kekeliruan dengan mempergunakan
kaidah/norma dan bentuk-bentuk yang keliru.
Contoh:
”Rasanya panas. Kalau
malam tidur di kamar, harus pakai kipas terus,”kata Nining.
Analisis : Kalimat
rasanya panas untuk menggambarkan situasi udara yang panas adalah kurang tepat
atau dapat dikatakan adanya kekurangtepatan penggunaan ungkapan terhadap
situasi tersebut. Maka dari itu kalimat tersebut masuk dalam mistake.
Seharusnya ungkapan tersebut menggunakan ungkapan “Udaranya panas” agar lebih
tepat.
2.
Selip
Merupakan penyimpangan bentuk
lahir karena beralihnya pusat perhatian topik pembicaraan secara sesaat
(kelelahan bisa menimbulkan selip bahasa). Dengan demikian selip bahasa terjadi
secara tidak disengaja. Kesalahan berbahasa yang disebabkan oleh lapses tidak
memiliki implikasi paedagogis yang berbahaya. Lapse, selip lidah, diartikan
sebagai bentuk penyimpangan yang diakibatkan karena pembelajar kurang
konsentrasi, rendahnya daya ingat atau sebab-sebab
lain yang dapat
terjadi kapan saja dan pada siapapun.
Contoh:
” Menjual barang tidak bisa memaksa orang membeli,” ujar Fauzi Aziz
Analisis : Selip bahasa terjadi pada kalimat tersebut. Selip terjadi karena kekurangtepatan kalimat yang digunakan yaitu kata yang diucapkan kurang. Seharusnya kata tersebut mendapat tambahan satu kata lagi agar tidak termasuk dalam selip bahasa. Kata yang dimaksud adalah kata untuk. Akan menjadi tidak selip ketika diucapkan ” Menjual barang tidak
” Menjual barang tidak bisa memaksa orang membeli,” ujar Fauzi Aziz
Analisis : Selip bahasa terjadi pada kalimat tersebut. Selip terjadi karena kekurangtepatan kalimat yang digunakan yaitu kata yang diucapkan kurang. Seharusnya kata tersebut mendapat tambahan satu kata lagi agar tidak termasuk dalam selip bahasa. Kata yang dimaksud adalah kata untuk. Akan menjadi tidak selip ketika diucapkan ” Menjual barang tidak
bisa memaksa orang
untuk membeli.
3.
Silap
Merupakan penyimpangan bentuk
lahir dari struktur baku yang terjadi karena pemakai belum menguasai sepenuhnya
kaidah bahasa. faktor yang mendorong timbulnya kesilapan adalah faktor
kebahasaan
yang mengikuti
pola-pola tertentu.
Contoh:
”Semuanya sudah empat kali kejadian sama dengan yang sekarang ini.”
Analisis : Kalimat tersebut mengalami silap bahasa karena dalam kalimat tersebut terdapat kesalahan struktur dan kaidah kalimat dalam bahasa Indonesia yang benar. Kalimat tersebut akan bisa dikatakan kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang benar jika ” Semuanya sudah empat kali terjadi, termasuk yang sekarang ini.
”Semuanya sudah empat kali kejadian sama dengan yang sekarang ini.”
Analisis : Kalimat tersebut mengalami silap bahasa karena dalam kalimat tersebut terdapat kesalahan struktur dan kaidah kalimat dalam bahasa Indonesia yang benar. Kalimat tersebut akan bisa dikatakan kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang benar jika ” Semuanya sudah empat kali terjadi, termasuk yang sekarang ini.
4.Kalimat
Rancu
Merupakan kalimat yang struktur atau bagiannya ada yang
rancu atau tidak sesuai penempatannya.
Contoh:
Pemerintah pun mulai menggaungkan dukungan kepada industri kreatif.
Analisis : Kata menggaungkan secara makna kurang tepat atau rancu jika diterapkan dalam kalimat tersebut. Kata menggaungkan tersebut dapat
Pemerintah pun mulai menggaungkan dukungan kepada industri kreatif.
Analisis : Kata menggaungkan secara makna kurang tepat atau rancu jika diterapkan dalam kalimat tersebut. Kata menggaungkan tersebut dapat
diganti dengan kata
“menyampaikan, menyerukan dan sebagainya.”
5.Kalimat Ambigu
Merupakan kalimat yang memiliki makna
lebih dari satu/ membingungkan/ambigu.
Contoh:
Contoh:
Menurut
Emi, salah seorang pemilik ruko yang terbakar, gudang oli itu mulai beroperasi
sejak dua tahun lalu.
Analisis: Kalimat tersebut merupakan
kalimat yang ambigu atau menimbulkan tafsir ganda. Letak keambiguan dari
kalimat tersebut adalah kita dapat menafsirkan makna kalimat tersebut dalam dua
versi makna yaitu Emi ikut terbakar atau Emi hanyalah salah seorang dari
pemilik ruko
yang ikut terbakar.
6.
Adopsi
Adopsi adalah mengambil semuanya dengan tidak mengurangi
dan
tidak menambahi.
Contoh:
Amblesnya
tanggul setinggi 11 meter itu....
Analisis : Kata meter
merupakan kata yang diadopsi dari kata dalam bahasa Inggris, yaitu meter.
7.
Terjemahan
Terjemahan adalah
interpretasi makna suatu teks dalam suatu bahasa (teks sumber) dan penghasilan
teks yang merupakan padanan dalam bahasa lain (teks sasaran atau terjemahan)
yang mengkomunikasikan pesan serupa.
Contoh:
Pencuri telepon genggam itu akhirnya diserahkan kepada polisi setelah
Pencuri telepon genggam itu akhirnya diserahkan kepada polisi setelah
dihajar warga.
Analisis : Kata telepon
genggam merupakan bentuk terjemahan. Dikatakan bentuk terjemahan karena kata
tersebut didapat dari menerjemahkan kata hand phone (telepon tangan/genggam)
yang merupakan kata aslinya.
8.
Adaptasi
Adaptasi adalah menyesuaikan bentuk maupun lafalnya.
Istilah “adaptasi” merupakan bahasa itu yang ber-/di adaptasi (oleh banyak
faktor: lingkungan, geografis, dan sebagainya) sehingga menyebabkan
variasi-variasi baik dalam bentuk atau pemakaiannya.
Contoh:
Bahwa
produk kreatif karya anak bangsa banyak yang unik.
Analisis : Kalimat tersebut
mengandung dua kata yang mengalami adaptasi dari kata asing. Kata tersebut
adalah produk yang berasal dari kata product. Selain kata tersebut adaptasi
juga terjadi pada kata kreatif
yang diadaptasi dari kata
creative.
E. Langkah-Langkah Analisis Kesalahan
Para ahli linguistik, pengajaran bahasa, dan guru bahasa
sependapat bahwa kesalahan berbahasa itu mengganggu pencapaian tujuan
pengajaran bahasa. Bahkan ada pernyataan ekstrem mengenai kesalahan berbahasa
itu yang berbunyi “kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa menandakan
pengajaran bahasa tidak berhasil atau gagal”. Oleh karena itu, kesalahan
berbahasa yang sering dilakukan oleh siswa harus dikurangi dan kalau bisa
dihapuskan. Hal ini baru dapat tercapai apabila seluk-beluk kesalahan berbahasa
itu dikaji secara mendalam. Pengkajian segala aspek kesalahan itulah yang
dimaksud dengan istilah Analisis Kesalahan.
Menurut Tarigan (2011:60) mengemukakan bahwa analisis
kesalahan mempunyai langkah-langkah yang meliputi:
1. Pengumpulan sampel artinya mengumpulkan data berupa kesalahan berbahasa
yang dilakukan oleh siswa, misalnya hasil ulangan, karangan atau percakapan
2. Pengidentifikasian kesalahan artinya mengenali dan memilah-milah
kesalahan berdasarkan katagori kebahasaan, misalnya kesalahan-kesalahan
pelafalan.
3. Penjelasan kesalahan artinya mengambarkan letak kesalahan, penyebab
kesalahan dan memberikan contoh yang benar.
4. Pengklasifikasian kesalahan artinya mengenali dan memilah-milah kesalahan
berdasarkan katagori kebahasaan
5. Pengevaluasian kesalahan artinya memperbaiki dan bila dapat menghilangkan
kesalahan melalui penyusunan bahan yang tepat, buku pegangan yang baik, dan
teknik pengajaran yang serasi.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Interferensi
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kesalahan berbahasa. Kesalahan
berbahasa itu sendiri merupakan umpan balik bagi pengajaran bahasa. Kesalahan
yang sering dilakukan oleh siswa harus dikurangi dan bila dapat dihapuskan sama
sekali. Hal ini baru tercapai bila seluk-beluk kesalahan itu dikaji secara
mendalam. Pengkajian segala aspek kesalahan itulah yang disebut dengan analisis
kesalahan.
Berdasarkan hal tersebut guru dan
orang tua tidak perlu menghindar dari kesalahan, tetapi justru harus menghadapi
serta memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh murid dan anak mereka.
B.
Saran
Selanjutnya penulis
berharap bahwa makalah ini akan bermanfaat bagi semua pihak yang menggunakan
makalah ini, baik secara teoretis maupun praktis. Secara teoretis, makalah ini
diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai “Belajar Bahasa”. Secara
praktis, makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan penunjang dalam
proses perkuliahan, baik bagi mahasiswa, dosen, maupun bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah,
Chaedar. 1993. Pengantar Sosiologi Bahasa.
Bandung: Angkasa.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan AwalJakarta: Rineka
Cipta.
Setyawati.
2010. Analisis Kesalahan Berbahasa
Indonesia. Surakarta: Yuma
Pustaka.
Tarigan,
Henry Guntur. 2011. Pengajaran Analisis
Kesalahan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.